Aku yang sudah bukan anak kecil bahkan remaja ini sebenarnya tak merasa asing-asing amat dengan dunia kantor, namun apa yang aku ekspektasikan berbanding terbalik dengan realita yang ada. Sebagai manusia dewasa, tentu aku tahu cara bersikap dan menempatkan diri, serta punya standar nilai sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman hidup yang sudah kualami. Maka aku menjalani pekerjaanku dengan sewajarnya saja. Namun, ternyata itu salah besar!
Aku mengalami culture shock dengan dunia kantor tempatku bekerja. Ternyata hampir semua orang yang aku temui saling menjatuhkan satu sama lain, membicarakan teman di belakang, dan berdiri di banyak kaki. Belakangan aku baru tahu bahwa kultur seperti itu sudah tidak mengagetkan lagi di dunia kerja. Dan seolah ada peraturan tak tertulis bahwa tidak boleh bekerja sendirian, alias harus punya kubu. Kalau tidak, posisi kamu akan mudah goyah.
Awalnya, aku merasa aneh. Selama aku merantau ke beberapa tempat, bertahun-tahun, dan sedikit-banyak sudah tahu karakter tiap orang secara umum, baru kali ini aku temukan lingkungan yang.. toxic(?). Aku sempat sharing dengan seorang kawan mengenai hal ini, dan respon dia malah bilang bahwa aku terlalu baik dan lugu, sehingga menganggap semua orang juga baik--seperti aku. Tapi aku masih saja denial.
Beberapa kali aku mencoba menerima dan beradaptasi dengan lingkungan yang seperti itu, tapi kok lama-lama rasanya tidak nyaman, ya? Rasanya seperti membohongi diri sendiri. Di saat gundah seperti itu, kadang sesekali aku lari dari lingkungan itu dengan menceritakan ketidaknyamananku itu pada orang-orang yang kuanggap sangat mengenal karakterku.
Sebut saja si C. Aku dan si C sudah cukup lama berteman jarak jauh, kurang-lebih sudah 11 tahun. Dengan usia pertemanan yang lumayan lama, mustahil kami tidak saling mengenal. Walaupun komunikasi sangat jarang, pertemanan kami tetap awet.
Padanya aku mencoba bercerita mengenai ketidaknyamananku itu. Respon dia awalnya biasa-biasa saja. Hingga pada beberapa kesempatan selanjutnya, terutama sejak aku memutuskan untuk resign, dia akhirnya mulai berempati. Akhirnya, di komunikasi kami yang kesekian kalinya, ia berkata, "Ada 3 tipe manusia di dunia ini; yang pertama, orang pintar yang berada di lingkungan yang mendukung; yang kedua, orang bodoh yang berada di lingkungan yang mendukung; dan yang ketiga, orang pintar yang berada di lingkungan yang tidak mendukung, dan kamu termasuk tipe yang ke-3."
Seketika aku coba mencerna ucapannya. Kemudian ia melanjutkan, "Tempat kamu bukan di situ, Cha. Kamu seharusnya berada di tempat yang mendukung kemampuanmu, dan itu bukan di situ". Nampaknya ia berusaha menghibur sekaligus meyakinkan aku. Lalu lanjutnya lagi, "Kamu nggak ada rencana untuk pindah ke kota lain untuk mencari kehidupan yang lebih layak?". Aku tiba-tiba teringat kalimat yang aku ucapkan padanya di beberapa kesempatan saat kami ngobrol sebelumnya, "Kayaknya aku harus hidup di tempat yang bisa mengakomodasi gagasan dan pemikiranku, deh." Saat itu, ia hanya menjawab singkat, tak tahunya di kemudian hari ia menganggapnya dengan serius.
Ia lalu melanjutkan dengan cerita mengenai dirinya sendiri. Seolah baru saja menemukan kawan senasib, ia berusaha meyakinkanku bahwa ia juga termasuk dalam manusia tipe ke-3 itu. Dan dengan alasan itu pula ia memutuskan untuk hijrah ke kota lain, berusaha mengubah nasibnya di antara lingkungan yang bisa menerima keberadaannya.
Seketika aku merasa berempati padanya. Dan tak menyangka bahwa ada orang yang pernah merasakan pengalaman yang sama denganku serta menanggapinya dengan sikap yang sama pula denganku. Hal itu secara tidak langsung menyiratkan bahwa hidup ini begitu kompleks dan kadang sukar untuk ditebak. Meski sebagian besar orang mengamini bahwa setiap situasi dalam hidup memiliki formulanya masing-masing, tapi ada saja segelintir orang yang tidak mengikuti formula-formula yang ada melainkan berpegang pada prinsip-prinsip yang ia yakini. Dan itu langka.
Kadang kebahagiaan itu bisa diperoleh dari afirmasi kecil dari orang lain. Dan itu tandanya eksistensimu sebagai manusia itu diakui.
0 Komentar