Aku pernah menjalani hidup sebagai seorang Vegetarian selama kurang-lebih 2 tahun, yaitu sekira akhir 2018 sampai akhir 2020. Alasan utamanya karena ingin punya pola makan yang sehat sekaligus sebagai program diet juga.
Awalnya agak susah menerapkan pola hidup seperti itu, karena pada saat itu di sekitar kanan-kiri dan depan-belakangku hampir selalu ada makanan non-Vegetarian, dan itu sangat menggugah selera. Kebetulan saat itu aku masih di kota rantauan. Tak lama, aku pun kembali ke kampung halaman sekira 2 bulan sejak aku jadi Vegetarian.
Di rumah, tidak sulit bagiku dalam urusan makan. Selain urusan itu gampang diakali, keluargaku juga sangat menghormati pilihanku dalam urusan makanan. Walaupun kadang sesekali Bapakku agak membujukku untuk mencicipi beberapa makanan enak yang Beliau bawa dari luar atau sepulang dari suatu tempat, aku sama sekali tak tergoda. Adik-adikku kadang merasa takjub dengan sikapku yang selalu anteng saja saat melihat mereka sedang makan makanan enak, kadang daging, seafood, dan sebagainya, tapi aku tetap sama sekali tak tergoda. Menu harianku hanya nasi dengan lauk tahu, tempe, telur, beserta sayuran. Dan itu bertahan hingga aku kembali merantau pada pertengahan 2020.
Nah, pada pertengahan 2020, saat kembali merantau dan bertemu dengan beberapa orang baru, aku mulai agak kesulitan untuk mempertahankan gaya hidupku sebagai seorang Vegetarian. Selain tak banyak pilihan, kesibukan karena pekerjaan membuatku tidak punya waktu untuk masak sendiri. Selain itu, berinteraksi dengan orang baru menuntutku untuk selalu fleksibel dan tidak terlalu ribet untuk urusan perut. Kalau dipikir-pikir, gaya hidup itu mempengaruhi social life seseorang, misalnya saat orang lain mengetahui bahwa kamu seorang Vegetarian, pasti akan membuat orang itu berpikir dua kali untuk mengajakmu makan bareng, sehingga cukup menguras energi juga. Ini baru urusan perut, lho, udah dibikin ribet, gimana untuk urusan yang lebih krusial, seperti pekerjaan?, mungkin begitu pikir orang itu. Akhirnya, pada akhir 2020—aku lupa kapan tepatnya—aku perlahan meninggalkan gaya hidup sebagai seorang Vegetarian.
Saat menjadi seorang Vegetarian, reaksi tubuhku sebenarnya lebih baik. Aku jadi merasa lebih sehat dibanding sebelumnya—walaupun mungkin bisa jadi karena sugesti. Pernah sesekali mencoba makan makanan non-Vegetarian, dan selalu diakhiri dengan muntah-muntah bahkan diare, seolah tubuhku menolaknya—sekali lagi, mungkin karena sugesti. Adikku pernah berkata, “Kakak nggak makan makanan yang berasal dari hewan gitu, sumber proteinnya dari mana?”. Aku jawab, “Ada protein nabati dari tahu dan tempe, Dek”. Aku sempat kesal dengan pertanyaan itu, seolah ia mencibir bahwa pola hidup seperti itu tidak cocok untuk manusia, khususnya kita yang orang kampung ini. Huft! Mungkin dikiranya aku ini “sok iye”, dan ia ingin bilang “Nggak usah sok iye deh, orang kampung juga!”. Huft.
Akhir 2020, aku mulai beradaptasi dengan lingkungan tempatku merantau, terutama soal makanan. Aku sudah tidak menjalani hidup sebagai seorang Vegetarian lagi. Kalau dipikir-pikir, cukup disayangkan, karena sebenarnya aku masih ingin menjadi Vegetarian. Tapi keadaan tidak memungkinkan. Walaupun belakangan ini aku akhirnya tahu, ternyata di kota ini ada beberapa warung makan yang menyajikan menu vegetarian.
Meski saat ini aku tak Vegetarian lagi, tapi suatu saat aku akan kembali menjalani hidup sebagai Vegetarian, saat kehidupanku sudah settle dan ada banyak sarana yang mendukung untuk menjalani kehidupan seperti itu. Semoga!
0 Komentar