Advertisement

BERTEMU DENGAN A JUDGEMENTAL PERSON (LAGI)

Intro: ini harus kutulis, agar plong!
Pertama-tama, aku ingin bahas tentang overthinking dulu.
Mungkin aku termasuk 'pengidap' gejala ini. Entahlah. Salah satu caraku untuk mengatasi jika gejala ini muncul adalah dengan menulis apa yang sedang kupikirkan. Ya, menulisnya dalam blog ini.



Di beberapa artikel yang kubaca sekilas, overthinking itu sebenarnya gak negatif, tapi lebih ke penyakit mental. Overthinking itu biasanya suka memikirkan segala sesuatu (dari hal rumit hingga sepele) sampai mendalam. Negatif? Positif? Ya, dua-duanya ada. Negatifnya adalah waktu menjadi banyak yang terbuang percuma karena terlalu banyak mikir. Sedangkan positifnya adalah menjadi lebih matang sebelum mengambil setiap keputusan.
Oke, agak melenceng dari tema overthinking, aku ingin sedikit menceritakan beberapa hal yang cukup mengganggu pikiranku beberapa hari terakhir ini. Mungkin kalo istilah dalam standup comedy itu disebut "keresahan". Ini kulakukan sebagai terapi untuk mengurangi overthinking ini. 

Hari ini aku baru saja menghadapi judging person (lagi). Ada seorang teman yang main ke kosan. Kukira, dengan jarangnya akhir-akhir ini kami bertemu, sikapnya sudah berubah. Ternyata dugaanku salah, ia masih kayak biasanya. Seperti biasa, dia kalo udah bercerita panjang-lebar pasti gak peduli dengan ceritaku. Walaupun di tengah-tengah cerita, kadang ia men-judge aku seenaknya (kamu kan begini dan begitu, katanya). Dan ketika aku (minimal) meluruskan 'anggapannya' tsb, ia kayak gak mau denger dan langsung memotong pembicaraan. Seakan-akan aku hanya boleh mendengarkan aja, cuma dia aja yang boleh bercerita. Dan di akhir obrolan, dia bilang, "Ntar kapan-kapan kita berbincang-bincang lagi ya..". Hmmm, 'berbincang-bincang' katanya. Bukankah berbincang-bincang itu dilakukan dua arah ya?

Isi obrolan kami tadi sebenarnya lebih ke obrolan gak penting sih menurutku. Dia menceritakan seorang teman barunya yang tingkahnya random (maybe?). Teman barunya itu sangat frontal dan ceplas-ceplos kata dia. Kalo gak suka, bilang gak suka. Sampai pada ia menceritakan bahwa mereka berdua pernah menceritakan tentang aku setelah perkenalan kami tempo hari. Ya, aku dan teman baru dari temanku ini baru satu kali ketemu. Dan mereka langsung membicarakanku setelah itu.
Si anu: Kemarin Kak Sinta (nama samaran) bilang gini, "Si Icha itu emang beneran gitu ya orangnya? Kalem dan ngomong seperlunya gitu?", trus kujawab, "Iya kak, dia tuh introvert, kerjaannya di kosan terus", trus Kak Sinta bilang lagi, "Ajak tuh si Icha keluar-keluar gitu, jangan di kosan terus, bisa stress nanti, ntar bunuh diri lagi".
Aku: Hahaha...
Si anu: Iya tuh Kak Sinta, kalo ngomong suka ceplas-ceplos, gak takut dosa apa ya?
Aku: Hahaha...
Si anu: *Ngintip keluar pintu kamar* Koq gelap ya? Mau hujan ya?
Aku: Sekarang sih aku emang lebih nyaman di kosan dibandingin dulu..
Si anu: *Langsung motong* Dulu sering kemana-mana gitu?
Aku: Gak sering juga, cuma lebih sering ketimbang sekarang. Dulu pernah naik kapal laut ke Lombok...
Si anu: *Motong lagi* Hah? Berapa hari tuh?
Aku: 2 malam 1 hari.
Si anu: Tidurnya di kelas ekonomi apa ngambil kelas gitu?
Aku: Kelas ekonomi. Ternyata kapalnya tuh gak berlabuh di lombok, tapi di bali. Untungnya kenal bapak-bapak orang Toraja gitu, jadi dia ngajakin ke rumah adeknya..
Si anu: *Motong lagi* Oh gitu.. Nah trus Kak Sinta tuh bla bla bla.. *masih lanjut drama Kak Sinta*

Seketika aku langsung berpikir, " Oh, oke!". Aku masih berusaha menyimak ceritanya dengan hati dongkol. Walaupun benar-benar gak penting buatku. Kak Sinta mau ngapain, Kak Sinta kenapa, Kak Sinta orangnya gimana, gak penting buatku. Ribet amat ngurusin orang. Bukan siapa-siapa ini. Kenal juga baru. Ini aku yang salah, apa dia yang salah ya?

Dari sini aku langsung mengambil kesimpulan, bahwa orang akan judge dirimu berdasarkan first impression-nya sendiri. Mereka gak akan peduli dulunya kamu seperti apa, pernah melakukan apa, baik atau jahat, kuat atau lemah, yang pasti mereka hanya akan mencap dirimu seperti apa yang mereka lihat pertama kali. Mereka gak peduli kamu dulunya (mungkin) jahat dan sekarang sedang berusaha menjadi lebih kalem dan menjaga omongan atau perilaku untuk menjaga perasaan orang lain. Entah aku yang salah membangun image baru atau aku bertemu dengan teman yang salah.
Memang benar apa yang Bang Gofar Hilman bilang: "Gue sih tidak bisa menyalahkan orang ya, karena kita hidup di dunia stereotype, dimana kita dari kecil dididik ya seperti itu turun-temurun, itu sangat mengakar dan kuat banget. Tattoan, jangan dideketin, bekas napi. Kita tuh hidup di dunia stereotype. Sama aja ketika lo ngeliat clubbers mabok. Wah, ternyata clubbers tuh mabok. Ada anak punk tiba-tiba minta ke supir angkot, lagi ngamen mintanya maksa. Oh ternyata anak punk seperti itu. Itulah dunia stereotype, dan kita tuh tidak bisa... Capek kalo ngelawan. Karena udah mengakar dan gue tuh gak punya waktu untuk ngejelasin bahwa anak punk gak begini, gak punya waktu gue. Energi gue gak harus ke situ."

Ya, sama kayak aku ini. Stereotype yang tertanam di pikiran orang ketika melihatku (mungkin) adalah orang pendiam, polos, dan kalem kayak aku ini biasanya gak tau apa-apa dan gampang dibego-begoin. Kalo aku jelasin yang sebenarnya juga percuma. Padahal aku masih berusaha keras buat gak mengumpat kasar (lagi), banting-banting pintu (lagi), dan menyakiti perasaan orang (lagi), walaupun umpatan kasar itu masih terujar dalam hati aja. Ketika orang-orang menyakiti hatiku dengan omongan dan perbuatannya, gak mungkin dong aku bales (seperti yang kulakukan dulu). Setiap orang pasti ingin menjadi lebih baik dari sebelumnya. Omongan itu racun. Aku gak siap untuk mencari-cari orang yang kusakiti (karena omongan dan perbuatanku) di Padang Mahsyar nanti untuk meminta maaf. Padang Mahsyar itu maha luas, cuy!

Orang-orang dari masa laluku yang sampe sekarang masih berinteraksi (walaupun hanya lewat sosmed) denganku, biasanya jarang ada yang 'berani' berkomunikasi lagi denganku, entah karena malas, entah karena gak mau sakit hati, atau entah karena apa. Tapi, setidaknya mereka pernah mengenalku sebagai orang yang suka ngomong kasar. Dan, aku sayang dan rindu orang-orang ini, mereka sangat mengenalku. :)

Akhirnya, setelah aku pikirkan matang-matang, kuputuskan untuk menjaga jarak dengan orang-orang yang hanya menyakitkan hati dan hanya akan berinteraksi dengan orang-orang yang simple aja, yang gak ribet, yang positif. Hidup ini ternyata keras, cuy! Entah aku yang terlalu sensitif atau mereka yang terlalu bermulut tajam. Aku gak tau. Aku hanya gak mau mengotori hati dan perasaanku lagi, karena hatiku lembut :p

Bye, Judgemental people!

Posting Komentar

0 Komentar