Baru-baru ini aku banyak mendapatkan pelajaran hidup, termasuk pelajaran mengenai manusia. Setidaknya, perbendaharaan dan pengetahuanku tentang karakter manusia, bertambah.
Aku banyak bersinggungan langsung dengan sosok-sosok yang religius, dari yang abangan hingga yang puritan. Wajar, aku memang berada di lingkungan yang tergolong homogen. Hampir sebagian besar waktuku selama ini lebih banyak bertemu dengan yang puritan.
Hingga pada suatu masa, aku dipertemukan dengan beragam manusia yang karakternya benar-benar baru bagiku. Walaupun masih sebangsa bahkan sesuku, mungkin apa yang sudah masing-masing kami alami dan lewati selama ini berbeda. Sehingga melahirkan karakter yang bermacam-macam.
Karena terikat dalam sebuah organisasi, tentulah kami semua saling bersinggungan satu sama lain dan sedikit-banyak mengenal karakter masing-masing. Namun pada dasarnya, semua yang terlibat itu (ngakunya) beragama.
Tentunya, pandangan secara umum, beragama itu harusnya beradab karena agama manapun pasti mengajarkan tentang kebaikan, termasuk berbuat baik kepada sesama manusia. Namun, pada perjalanannya, ada beberapa anggota organisasi itu yang tidak mencerminkan orang beragama. Kita sebut saja kelompok A. Sehingga, ada beberapa yang lain--kita sebut saja kelompok B--yang risih, namun tidak bisa berbuat banyak.
Suatu ketika, salah seorang dari kelompok B yang (mungkin) sudah tidak tahan terhadap sikap salah seorang dari kelompok A, menyindirnya lewat status WhatsApp dengan menyomot dalil agama. Saat aku melihat status itu dan mengetahui maksud si pembuat status, tiba-tiba aku seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini tidak pernah terpikirkan sama sekali. Senang mendapatkan insight baru, aku seolah ingin mengatakan pada si pembuat status seperti ini:
Kesimpulannya adalah, sebelum menceramahi orang lain, pastikan dulu apakah kalian satu aliran/server/frekuensi? Kalau iya, silakan lanjut. Tapi kalau tidak, sebaiknya jangan, karena sia-sia saja.
0 Komentar