Suatu ketika, aku iseng stalking akun Instagram seseorang. Isi feed-nya dihiasi oleh potret prestasi dan pencapaian dia. Mengisi anu di sebuah anu, ikut anu di kegiatan anu, pernah meraih anu di kegiatan anu, tidak jauh-jauh dari itu. Melihat itu semua, mental insecure-ku seketika muncul. Lalu buru-buru kututup akun tersebut sebelum aku makin gila dibuatnya.
Beberapa saat kemudian, aku menelepon seorang kawan nun jauh di sana. Sebut saja si C. Kami pun terlibat percakapan yang panjang. Salah satu topik pembicaraan kami adalah tentang orang-orang yang suka pamer di media sosial.
Aku pun bercerita kepadanya tentang keisenganku yang stalking akun Instagram seseorang, yang baru saja aku lakukan. Ia pun menanggapinya dengan menceritakan hal sama. Ia punya seorang teman yang selalu mem-post foto agar selalu dikira sibuk, padahal sebenarnya hanya berfoto biasa. Sebut saja si F. Pernah suatu kali, si C bercerita, ia dan si F sedang duduk santai dengan beberapa orang. Kemudian mereka berfoto. Si F kemudian mem-post foto tersebut di laman media sosialnya dengan caption yang seolah dalam foto itu mereka sedang melakukan kegiatan yang penting. Si C yang melihat itu agak kaget, karena ia tahu yang sebenarnya.
Kemudian si C bercerita lagi tentang temannya yang lain yang suka pamer. Hanya saja, pamer barang mewah. Sebut saja si M. Kata si C, si M ini suka sekali mem-post foto barang-barang mewah di laman Instagram-nya. Suatu waktu, ia pamer handphone mahal, di lain waktu ia pamer tas mewah. Si C berkata, misalnya soal tas mewah itu, ia yakin bahwa itu barang KW, karena si M tak mungkin mau menghamburkan uangnya hanya demi sebuah tas mahal. Masih ia lanjutkan, bukannya iri, bolehlah sesekali, tapi kalau keseringan, kesannya jadi sengaja dan terstruktur. Aku hanya tertawa menanggapinya.
Setelah si C menuntaskan ceritanya, aku pun meminta izin untuk memberikan opini. Aku bilang padanya bahwa kalau perihal seseorang mem-post apapun di laman media sosial pribadinya, itu adalah hak si empunya akun. Perihal orang yang melihatnya suka atau tidak suka, menganggapnya pamer atau tidak, itu sudah bukan ranah dan kesalahan si empunya akun. Apalagi menghukuminya berdosa. Perkara orang lain menganggapnya pamer adalah urusan si orang itu sendiri.
Sebenarnya, kembali lagi ke diri masing-masing. Jika melihat postingan orang lain yang membuat kita tidak nyaman, pilihannya ada di tangan kita. Kita tidak mungkin melarang atau mengatur orang tersebut untuk mengikuti apa yang kita inginkan. Sama seperti kita juga, tentunya kita tidak ingin dilarang-larang jika ingin mem-post sesuatu di laman pribadi kita. Mungkin saja ada yang tidak suka, hanya saja mereka tidak memberitahu kita, apalagi melarang dan mengatur-atur kita. Di setiap media sosial pasti selalu ada beragam fitur untuk memudahkan penggunanya, termasuk fitur mute dan block. Kalau tidak suka atau tidak nyaman, tinggal menggunakan fitur itu saja. Sesederhana itu.
Sama seperti ketika aku mencoba iseng buka-buka akun media sosial seseorang yang aku ceritakan pada awal postingan ini. Aku memilih untuk tidak meneruskan untuk kepoin terlalu lama. Daripada aku terserang penyakit iri yang sebenarnya obatnya ada di diri kita sendiri.
0 Komentar