Advertisement

"MAAF, SEKADAR MENGINGATKAN"



Di era medsos ini, semakin gencar sekali manusia-manusia yang hanya dengan kalimat "sekadar mengingatkan" (kadang ditambahi emoji "🙏" dan "😇") sudah merasa paling benar. Bahkan terkesan nggak peduli apakah kalimat tsb tersampaikan dengan baik (dalam artian objeknya tidak tersinggung dan merasa digurui) atau nggak. Dan parahnya lagi, orang-orang sok suci ini dengan mudahnya mengetik di kolom komentar seseorang yang bahkan nggak mengenalnya secara dekat. Yang menjadi pertanyaan, apakah orang-orang seperti ini mikir dulu nggak sih sebelum mengetik sesuatu? Atau kalo misalnya orang yang mereka komentari itu ada di depannya, apakah mereka berani berkomentar langsung dan sama seperti apa yang mereka ketik itu?

Kalo di dunia nyata, kelakuan manusia-manusia seperti ini sama dengan tetangga, termasuk orang-orang di lingkaran terdekat kita seperti keluarga dan sanak saudara.

Aku heran, bahkan tanpa diminta pun, mereka sok menasehati. Padahal etikanya nggak seperti itu. Menasehati orang itu hanya bisa dilakukan ketika diminta saja.

Mereka seakan lupa, bahwa kita semua sama-sama manusia. Sama-sama menjalani kehidupan, sama-sama menjalani ujian. Ada yang bilang bahwa hidup ini adalah ujian. Kalau dianalogikan, manusia adalah siswa, Tuhan adalah gurunya. Guru memberi siswa ujian, setelah itu ada yang namanya penilaian oleh guru. Yang hanya boleh memberi nilai hanyalah guru, dan siswa nggak mungkin memberi nilai kepada siswa lainnya. Serupa dengan kehidupan ini, yang hanya bisa menilai 'hasil ujian' manusia hanya Tuhan, dan manusia nggak mungkin bisa 'mengisi rapor' manusia lainnya. Bukankah itu sudah menjadi tugas Malaikat Raqib dan Atid?


Kalimat "sekadar mengingatkan" mungkin ada benarnya sedikit. Namun hanya sebatas untuk saling mengingatkan, bukan menghakimi apalagi memaksa.
Terakhir, akhir-akhir ini banyak orang yang sibuk mengurusi urusan orang lain sampai-sampai urusan sendiri nggak terurusi. Dan juga, akhir-akhir ini banyak orang memperdalam nilai spiritualitas sampai-sampai lupa untuk nggak menyakiti perasaan orang lain.

Hikmah yang mungkin bisa diambil dari isu ini adalah, tengoklah ke dalam sebelum berbicara (kayak lirik lagu 😁), maksudnya adalah sebelum mengomentari orang lain, lihat dulu diri sendiri. Semut yang di seberang lautan tak nampak, namun gajah di pelupuk mata nampak. Mungkin peribahasa ini sudah cukup klise, tapi nggak ada salahnya untuk dibicarakan, terutama bagi aku sendiri. Hikmah lainnya mungkin peduli boleh, tapi nggak semua hal boleh dicampuri, apalagi masuk dalam ranah personal seseorang. Aku rasa, bagi orang-orang yang cerdas dan berwawasan luas pasti mengerti hal ini. Kalo nggak mengerti, berarti...?

Demikian.

Posting Komentar

0 Komentar