Advertisement

UJARAN BERNADA PATRIARKIS YANG PERNAH KUDENGAR DALAM HIDUPKU



White supremachy.
Apa itu white supremachy?
White supremachy adalah penindasan/penjajahan oleh bangsa kulit putih terhadap bangsa lainnya, karena merasa lebih superior dan berkuasa.
Sebenarnya banyak supremachy lainnya. Intinya, akan selalu ada superioritas manusia terhadap manusia lainnya. Seperti pula dengan patriarki. Seperti yang kita tahu, patriarki adalah ketimpangan gender. Patriarki memposisikan laki-laki sebagai 'penguasa' perempuan.

Patriarki (Patriarchy) adalah ketimpangan berbasis gender dimana laki-laki mendominasi perempuan. Budaya patriarki menempatkan laki-laki sebagai manusia utama di dunia ini, sedangkan perempuan hanyalah warga kelas dua yang seringkali dipandang sebagai pelengkap hidup laki-laki, properti laki-laki, dan pendamping laki-laki, seolah-olah bukan sebagai hakekatnya manusia. Singkatnya, patriarki bisa juga dipahami sebagai supremasi laki-laki. Seringkali budaya patriarki ini sangat merugikan perempuan sebagai individu yang harusnya merdeka, karena sudah sangat mendarah-daging dan menancap kuat di segala sendi kehidupan, terutama di benua Asia, khususnya Indonesia. Oleh karena itu, banyak laki-laki memanfaatkan privilege-nya dalam budaya ini, bahkan tak jarang juga perempuan yang sudah teracuni budaya ini dan memperlakukan perempuan lainnya dengan nilai-nilai patriarki yang mereka pegang.

Aku sendiri, sebagai perempuan, budaya patriarki ini sudah cukup dekat dengan lingkunganku. Apalagi hidup di daerah kecil (bukan kota besar), yang notabene lingkungan yang masih sangat homogen dan cukup konservatif. Hal ini sudah cukup membuatku terganggu dan menghambatku. Banyak sekali ujaran orang-orang yang sudah sering kudengar yang mana mereka anggap wajar. Tapi menurutku adalah sangat patriarkis sekali dan harus perlahan-lahan dikurangi bahkan perlu dihilangkan.

Ini sih udah sangat sering aku dengar. Bukan cuma mamaku aja, tapi hampir sebagian besar masyarakat penganut sistem patriarki berkata seperti ini.
Agak kurang yakin sebenarnya, mengingat beliau yang mengatakan ini hanya lulusan SMA. Antara ia mencibirku karena keputusanku melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau ia ingin membela dirinya bahwa lulusan SMA udah pasti laku dan menikah.
Kampret a.k.a my ex. Agak kaget sih ketika dia ngomong kayak gini. Mengingat ia adalah seseorang dengan pendidikan yang lumayan tinggi. Bisa-bisanya ia ngomong kayak gini. Dia seperti gak ingin dilampaui.
Celetukan ini aku dengar pada saat mengerjakan tugas kelompok di kampus. Salah seorang teman cowok yang nyeletuk. Mungkin dia hanya basa-basi. Tapi basa-basi yang bernada patriarki dan misoginis seperti ini sudah terlalu basi, bahkan cenderung busuk!
Ini juga celetukan pada saat mengerjakan tugas kelompok di kampus, tapi dengan tugas dan kelompok yang berbeda. Dari kalimat ini, udah ketauan kalo yang ngomong ini adalah cowok. Mungkin cuma bercanda. Tapi hati ini sudah terlalu sakit dengan candaan-candaan yang merendahkan perempuan, seolah laki-laki dan perempuan gak boleh diberikan kesempatan dan hak yang sama dalam hal apapun! Dan belum selesai tugas itu dikerjakan, aku marah dan pulang tanpa memerdulikan omongan mereka lagi.
Aku gak tau lagi harus ngomong apa soal ini. Jujur saja, keluargaku termasuk cukup konservatif dan diskriminatif. Sudah banyak hal yang membuktikannya. Salah satunya (atau duanya) adalah ketika Bapak dimintai tolong oleh Ibu untuk memegangi plastik pembungkus Kolak (Bapak yang membuka dan memegangi plastik, Ibu yang menyendiri Kolak), Bapak berkata: Ini bukan kerjaan saya!
Kemudian contoh lainnya adalah ketika kami sedang menonton acara kompetisi masak di TV yang pada saat itu pesertanya tinggal 2 orang laki-laki (yang satu botak dan berkumis, yang satu berwajah oriental dan bertattoo), Bapak tiba-tiba nyeletuk: Sok bertattoo, padahal banci. Mana ada cowok masak? Banci tuh!
Dan sampai sekarang, masih terngiang di kepalaku.
Sama seperti Bapak, mungkin ini sudah membudaya, termasuk oleh Ibuku. Kadang kami sering nongkrong, bercerita, sambil memasak di dapur. Dan itu rame-rame bareng adik-adikku. Namun kadang Ibu berkata: Hei, anak laki-laki gak boleh main di dapur.
Suatu hari, entah sedang membahas apa (aku lupa!), aku menceritakan bahwa temanku (Heny) suka nonton bola. Dan Ibu membalasnya dengan berkata: Koq suka? Dia kan cewek.
Aku hanya bisa membalas: Emangnya salah? Banyak koq cewek yang suka bola, gak cuma cowok aja, Bu.
Lagian, emangnya olahraga itu ada gender-nya? Sejak kapan?
Kalo inget ini, rasanya aku nyesel pernah sebodoh saat itu pernah kenal dengan seseorang yang misoginis. Dan aku yang saat itu belum ngerti apa-apa tentang kesetaraan, hanya mengiyakan.
Ini sangat sering ibuku bilang waktu aku SMP sampe SMA dulu. Seperti digembleng dan ditatar untuk menjadi perempuan yang ideal versi masyarakat patriarkis. Sedangkan anak laki-laki gak diharuskan untuk melakukan itu semua, karena nantinya kalo udah nikah akan dilayani oleh istrinya. Kayak bayi dong yak. 
Ini sih jijik banget, sumpah.
Ini udah beberapa kali. Walaupun udah lama, tapi rasanya masih membekas di hati. Dikira tujuan hidup perempuan tuh cuma nikah, nikah, nikah aja apa? Gak ada tujuan lain? Dasar patriarkis!
Aku anggap dia belum ngerti apa-apa tentang hidup ini, terutama bertindak dan bertingkah laku memposisikan diri dalam hubungan dengan lawan jenis. Kesannya tuh masih 'murah'.
Ortu ku susah-susah nyekolahin, capek-capek banting tulang demi anaknya, dibiayain, dsb, tiba-tiba emaknya si kampret ngajakin hidup sederhana? Senyuman aja!
Anaknya juga, sama kayak emaknya, gak modal.
Ckckck..
Sekali lagi, ortu ku udah capek-capek nyekolahin, biayain kuliah, difasilitasin, trus tiba-tiba ada seseorang yang ngajakin seperti gak menghargai perjuangan ortu ku yang udah memberikan semuanya padaku. Aku akhirnya memutuskan untuk meninggalkan orang itu. Sangat patriarkis! Terlepas dari itu juga, sebagai manusia, aku ingin dihargai dan menjadi independen layaknya manusia yang memiliki akal budi.

Ya kurang lebih seperti itu. Kalo ditulis semua, capek. Karena sangat banyak. Boleh dikatakan bahwa budaya patriarki ini sangat merugikan perempuan. Oleh karena itu harus kita lawan!

Posting Komentar

0 Komentar