Advertisement

DEPRESI


Sebagai manusia, kita semua pasti ingin bahagia. Setuju kan? Tapi namanya hidup, ada aja suka-dukanya. Ketika senang atau bahagia, tentunya wajar ketika kita membaginya pada orang-orang, terlebih pada orang terdekat. Lain halnya ketika duka melanda, kebanyakan akan menjauh, seakan-akan duka adalah 'penyakit menular'. Kesannya, orang-orang kebanyakan hanya mendekat ketika senang saja. Namun, hanya orang-orang 'terbaik' lah yang bertahan untuk tetap berada di sisi kita. Itu pasti akan terseleksi dengan sendirinya.

Berbicara mengenai depresi, kesannya seperti hal yang 'aneh' di Indonesia. Seperti yang aku utarakan di atas, sangat jarang orang yang peduli ketika seseorang sedang dilanda kesedihan. Kebanyakan akan langsung menghakimi dengan kata-kata klise seperti:
"Udahlah, gitu aja sedih"
"Cemen banget sih"
"Sebaiknya banyak-banyak berdoa, ibadah, biar gak sedih lagi"
Bla bla bla..

Ujung-ujungnya, seseorang yang sedang sedih akan semakin depresi dan dampak terparahnya adalah bunuh diri!
Gak berhenti di situ. Setelah bunuh diri, masih akan banyak mulut-mulut 'hakim' yang gak kalah pedas!
"Mati konyol tuh!"
"Koq pendek banget sih pikirannya?"
Bla bla bla..

Guys, maaf sebelumnya. Kita yang merasa hidupnya lebih beruntung seharusnya bersyukur karena kita masih mampu mengelola dan mengendalikan diri kita, serta kita punya orang-orang baik di sekeliling kita. Selain itu, sebaiknya kita pintar-pintar memposisikan diri. Ada baiknya juga, bukalah mata lebar-lebar, rangkullah orang-orang yang kiranya bisa kita rangkul. Kalo gak bisa, jangan bully, jangan hakimi mereka, jangan merasa paling benar, paling suci. Ada sebuah kutipan yang berbunyi: "Kita tidak akan merasakan sakit kalau kita tidak merasakan sendiri rasa sakit itu". Ibaratnya begini, tangan yang teriris pisau, sakit dan berdarah kan? Pernah gak ngerasain tangan kita teriris pisau? Kalau belum, dari mana kita tau rasanya? Apakah dari cerita orang lain? Kira-kira seperti itu.
Bisa aja orang-orang yang depresi itu sudah gak punya orang-orang baik di sekeliling mereka. Harusnya kita rangkul, bukan malah menghakimi dengan seenaknya. Apalagi hanya mendekatinya ketika butuh saja dan ketika mereka senang saja, sementara di saat mereka terpuruk kita malah menjauh dan menghilang seperti pura-pura gak kenal.

Banyak orang terkesan menghakimi orang lain. Biasanya, mereka membandingkannya dengan dirinya atau kehidupannya sendiri. Artinya, penilaian ini sangat subjektif sekali. Mereka seperti banyak tau mengenai kehidupan orang lain, sehingga dengan gampangnya mereka hakimi sesuai standarnya. Misalnya, seseorang yang keluarganya harmonis, hidupnya enak, dan gak suka ada orang yang mengeluh padanya. Biasanya, tipikal orang seperti ini adalah salah satu contoh orang yang suka membandingkan hidupnya dengan orang lain. Mungkin dia pikir semua orang sama seperti dia. Padahal belum tentu. Yang aku pahami, semua hal itu relatif tergantung sudut pandang mana yang dipakai.

Aku punya teman. Sebut saja Ayu. Sebenarnya kurang etis menceritakan hal ini. Tapi hanya dijadikan pembelajaran saja dan contoh dari orang-orang yang suka menghakimi orang lain. Intinya adalah, si Ayu ini seringkali menghakimi ku. Bahkan terkesan asumtif, suka menyimpulkan sendiri berdasarkan apa yang ada di pikirannya. Sejak awal kenal, dia sudah asumtif. Mungkin cuma basa-basi, tapi aku sebenarnya gak nyaman. Misalnya:
"Kamu asalnya dari mana?", tanya dia.
"Dari ****", jawabku.
"Ke sini naik apa? NAIK KUDA?"
Asumtif sekali kan?
Mungkin cuma basa-basi, tapi kan bisa pake kalimat yang lebih masuk akal. Ini malah nanya sendiri, jawab sendiri. Sok asik!
Ya kali naik kuda nyebrang pulau. Gak masuk akal sekali.

Setelah itu, sifat asumtifnya masih berlanjut dengan basa-basi yang serupa; nanya sendiri, jawab sendiri. Dan kalo aku jawab, kadang ia bantah dan terkesan memaksakan bahwa tebakannya benar. Akhirnya aku hanya bisa senyum aja untuk menghibur diri. Anehnya, di sisi lain ternyata si Ayu ini posisinya mirip kayak aku; ada teman yang asumtif sama dia. Dan jauh sebelum Ayu kenal aku, mereka sudah berteman. Apakah perlakuan Ayu padaku adalah pelampiasannya karena gak bisa membalas sikap temannya itu?

Nah, ini salah satu contoh. Dan rata-rata kebanyakan orang seperti itu. Apakah sedang trend? Orang-orang seperti ini biasanya egois dan gak akan peduli ketika kita sedang menghadapi masalah. Biasanya mereka belum pernah merasakan depresi berat karena mereka punya orang-orang terdekat yang peduli. Sehingga ketika melihat seseorang yang dirundung masalah, mereka akan cuek, terkesan menyepelekan dan 'mengolok-olok': gitu aja sedih, gitu aja nangis, gitu aja baper, dsb.
Aku sering membayangkan bagaimana jika orang-orang seperti ini berada di posisi orang-orang yang depresi ya? Apakah mereka mampu melewatinya?

Aku ingat salah satu bit standup comedy-nya Gilbhas tentang kebiasaan orang-orang Indonesia dalam pertemanan, dimana setiap orang berlomba menjadi yang paling 'menderita'. Misalnya pas lagi ketemu:
Si A bilang, "Duh gila, parah banget, gue tadi hampir ketabrak motor!".
Si B gak mau kalah, "Lu masih mending. Gue kemarin kaki gue patah!".
Lalu si C juga gak mau kalah, "Lu masih mending. Gue kelindes mobil, hilang kaki gue".
Tiba-tiba si D ikutan, "Lu masih mending. Gue kemarin pas jalan ketiban meteor".

Atau percakapan kayak gini:
A: "Kemarin waktu pulang, aku ketinggalan pesawat, gara-gara ketiduran".
B: "Kamu ketiduran? Kamu masih mending. Aku malah gak tidur, gak diumumin sama sekali, tau-tau ketinggalan pesawat! Padahal cuma beda beberapa detik doang lho".

Dan seterusnya.
Hmmm, menurutku, hal-hal kayak gini nih yang bikin orang menjadi enggan untuk menceritakan masalahnya, lalu stress dan depresi, dan dampak terparahnya adalah bunuh diri!

Tuhan memang Maha Adil. Tuhan menimpakan suatu musibah atau masalah karena Tuhan tau bahwa kita mampu melewatinya. Artinya, Tuhan lebih tau sampe mana batas kemampuan kita. Ada baiknya bagi yang berbahagia selalu, banyak-banyak lah bersyukur, Tuhan tau bahwa posisimu dan kekuatanmu di situ. Dan bagi yang berduka, banyak-banyak lah bersabar, dan Tuhan juga tau bahwa kamu mampu melewatinya karena kamu kuat! :)

Posting Komentar

0 Komentar